Ipung

Posted Sabtu, 31 Juli 2010 by LaLa Melati
Di keramaian jalanan kota, dia berdiri. Masih dengan celana merah hatinya. Ketika Lampu Pengatur lalu lintas berganti merah , bersama beberapa temannya yang lain, dia mendatangi setiap kendaraan yang berhenti. Menggoyang – goyangkan tangannya yang menggenggam sebual alat , kecrekan. Begitulah kegiatan sehari – hari seorang bocah kecil yang baru berusia 8 tahun ini selepas sekolah. Ya , Ipung, begitu ia biasa disapa. Ia harus membantu orangtuanya memenuhi kebutuhan keluarganya sehari – hari karena ayah dan ibunya hanya bekerja serabutan.
Matahari mulai tinggi, panas matahari tak bersahabat, bahkan sangat menyengat. Rambutnya kemerahan, kulitnya tak lagi sawo matang. Ipung tak peduli, ia dan teman – temannya tetap menjalankan rutinitasnya. Kecrekan kesayangannya itu tak pernah ketinggalan, karena itulah caranya mendapatkan uang. Tak jarang ia juga harus meninggalkan bangku sekolah untuk mengamen bersama sahabatnya , Totok, di perempatan Gatot Subroto – Cokroaminoto, atau kadang di pertigaan Cokroamino - Maruti dan tempat – tempat ramai lainnya. Ipung tahu kalau perbuatannya dan teman – temannya ini mengganggu lalu lintas jalan protokol di Denpasar yang sudah sangat padat.
“ …..engkau bukanlah segalaku, bukan tempat tuk hentikan langkahku. Usai sudah semua berlalu, biar hujan menghapus jejakmu…”, begitulah sepenggal lirik yang dinyanyikannya bersama Totok, seolah ia mengerti akan lirik yang diucapkannya.
Mobil berganti mobil, motor berganti motor. Matahari mulai kembali ke peraduannya. Ipung dan Totok pun kembali pulang.
“Dapat berapa hari ini Pung ? “ tanyaku padanya, yang saat itu sedang dalam perjalanan pulang.
“ Cuma limabelas ribu tigaratus kak. ” Jawabnya dengan suara lirih.
“ Terus apa kata bapakmu nanti kalau kau hanya membawa uang segitu ?” lanjutku.
“ Yah, paling – paling bapak hanya menerima saja hasil kerjaku hari ini , bapak nggak pernah menuntut banyak. “ tukasnya dengan bibir tersungging.
Pagi kembali menjelang. Pukul 05.00 pagi Ipung sudah terjaga. Dalam gubuk reyotnya, ia tinggal bersama ayah, ibu dan seorang adik perempuannya yang masih berusia 3 tahun. Hari ini ia bimbang, antara sekolah atau mengamen. Agar tak mengecewakan orangtuanya, Ipung berangkat menggunakan seragam sekolah, begitu juga dengan Totok.
“ Tok , hari ini kita sekolah atau ngamen ya?” tanyanya bingung.
“ Kita ngamen sajalah , ibuku sedang butuh obat.” keluh Totok. Dan akhirnya, mereka memilih untuk mengamen hari ini.
Dengan kecrekan bututnya, ia kembali melantunkan suaranya yang agak merdu dengan lirik yang tak beraturan. Koin limaratus rupiah, duaratus rupiah, bahkan seratus rupiah tak ditolaknya. Tapi tak jarang juga ia mendapatkan lembaran uang seribuan , duaribuan bahkan limaribuan. Dan kata syukur yang terucap dari bibir mungilnya.
Matahari mulai sembuyi, sebelum Ipung dan Totok kembali pulang, mereka menyempatkan diri mampir ke rumah salah satu teman sekelas mereka untuk menanyakan pelajaran yang telah mereka lewatkan hari ini. Sampai dirumah, Ipung membolak – balik buku matematikanya. Mempelajari satu demi satu materi pelajaran yang ia sukai itu. Tugas-tugas sekolah diselesaikannya dengan rapi.
Keesokan harinya, Ipung memilih untuk pergi sekolah, setelah kemarin ia absen. Guru-guru di sekolahnya mengerti keadaan Ipung, walaupun sangat disayangkan kalau ia harus meninggalkan bangku sekolah demi mencari uang. Matahari yang marah memanggang tubuh-tubuh mungil yang mulai mempertunjukkan suara dan serta merta menengadahkan tangannya. Dalam hati kecilnya, Ipung pun menyadari perbuatannya mengganggu ketertiban umum. Setiap ia berjalan menghampiri kendaraan – kendaraaan yang berhenti, ia selalu dirundung rasa ketakutan. Kalau – kalau Trantib datang dan menggaruknya.
Guru – guru disekolahnya simpati dengan kegigihan Ipung menuntut ilmu sekaligus mencari uang. Sudah banyak guru yang mengusulkan agar Ipung mendapatkan beasiswa, tapi Kepala Sekolah menanganinya dengan lamban. Kegigihan Ipung memang pantas diberikan apresiasi. Seorang anak yang tangguh, tak kenal lelah walau terpanggang sinar matahari dan terguyur derasnya hujan. Matanya tetap berbinar, menunjukkan semangatnya yang tinggi demi menggapai cita – citanya yang tak terlalu tinggi, hanya ingin menjadi orang yang berguna bagi keluarganya dan membahagiakan orangtuanya.
Itulah teman kecilku Ipung. Bocah kecil yang menyenangkan dan memiliki semangat tinggi. Yang mengajariku untuk lebih semangat lagi dalam menjalani kerasnya kehidupan.

Melati Budi Srikandi
31 Mei 2010

Tak Mau Disalahkan

Posted by LaLa Melati
Tingkah polah peraulan remaja jaman sekarang dapat dikatakan tidak sehat , meski tidak semuanya seperti itu. Berita kenakalan remaja mulai dari bolos sekolah, merokok , minum – minuman keras hingga narkoba sering mampir media elektonik maupun cetak. Hal ini seolah – olah tidak asing lagi bahkan terasa sudah menjadi kebiasaan remaja usia sekolah dewasa ini. Mereka yang melakukan perbuatan menyimpang ini seakan tidak pernah memikirkan akibat yang akan ditimbulkan. Berawal dari kenakalan – kenakalan kecil, mereka terus mencoba- coba hal baru yang berbau negatif dan akhirnya terjerumus pada penggunaan Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif atau Narkoba bahkan seks bebas. Penggunaan jarum suntik secara bergantian untuk mengkonsumsi zat – zat adiktif serta melakukan hubungan seks yang tidak sehat akan memudahkan penularan virus HIV/AIDS kepada remaja usia sekolah dan kalangan orang muda.
Penularan virus HIV menyebar sangat cepat di kalangan remaja dan anak muda. Virus ini dengan sangat mudah menyerang kalangan remaja dan anak muda , karena kalangan remaja dan anak muda yang salah pergaulan dekat dengan hubungan seks bebas dan narkoba yang merupakan media penularan virus HIV/AIDS yang tercepat menyerang tubuh manusia.
Sebenarnya, merebaknya virus HIV/AIDS terhadap remaja usia sekolah dan kalangan orang muda tidak sepenuhnya kenakalan remaja semata , tetapi pengawasan orang tua yang tidak efektif dan kualitatif serta kurangnya hubungan komunikasi antar orang tua dengan anak, dapat menyebabkan anak bergaul dengan bebasnya tanpa diawasi dan diberitahu mana yang baik dan mana yang tidak baik. Ini akan menyebabkan pergaulan yang bebas dan virus HIV/AIDS pun akan menyebar dengan mudahnya. Kalau saja anaknya sudah terkena virus HIV/AIDS , kebanyakan orang tua akan menyalahkan anaknya ,seolah ia tak berperan dalam tertularnya virus ini kepada anaknya, mengucilkan anaknya seolah-olah hanya ia yang bersalah. Padahal disisi lain , orang tua juga berperan terhadap tertularnya virus tersebut kepada sang anak.
Untuk menghindari itu semua sangat dibutuhkan peran orang tua untuk mengawasi pergaulan anaknya , peran sekolah untuk mengawasi pergaulan siswanya di lingkungan sekolah serta peran masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan sekitarnya , dan melaporkan setiap tindakan – tindakan menyimpang yang dilakukan oleh remaja dan kalangan orang muda dewasa ini. Tidak ketinggalan juga peran LSM – LSM untuk memberikan penyuluhan dan memberikan lebih banyak lagi informasi tentang bahaya HIV/AIDS.