Sahabatku, Segalanya :)

Posted Senin, 25 Oktober 2010 by LaLa Melati

Aku memang nggak seberuntung orang lain dalam hal cinta.
Tapi, aku pasti lebih beruntung daripada mereka dalam hal persahabatan.
Sahabat sangat berarti. Sahabat sangat berpengaruh dalam hidupku. Dalam hal apapun !
Aku bersyukur punya mereka, yang mau menampung air mataku, menerima muncratan tawaku dan desahan gundahku.
Bagi mereka, pasti ini nggak penting. Tapi mereka selalu ada. Nggak peduli kapanpun itu.
Aku berusaha memberikan semuanya, semampuku, sekuat tenagaku untuk mereka. Karena mereka pun melakukan hal yang sama untukku.
Mereka yang bisa buat aku kuat dan tetap berdiri sampai sekarang.
Maaf, aku punya banyak salah…
Banyakk sekali. Aku jorok, cerewet, jahat.
Maaf kalu aku selalu ngadu ke kalian. Bahkan hal yang nggak penting sekalipun. Makasih juga kalian masih mau denger semua, semuanyaaa, semua hal nggak penting dalam hidupku. Aku selalu ngerepotin kalian dengan cerita – cerita dan masalah-masalahku yang nggak pernah ada habisnya.
But, I love you guys, more than that you know
Jangan bosen yahh….
:*
Oyaaa…
Siapapun yang nyakitin sahabatku, kamu, kalian atau apalah itu, berhadapan sama aku !
MELATI BUDI SRIKANDI --- rawrr

Ipung

Posted Sabtu, 31 Juli 2010 by LaLa Melati
Di keramaian jalanan kota, dia berdiri. Masih dengan celana merah hatinya. Ketika Lampu Pengatur lalu lintas berganti merah , bersama beberapa temannya yang lain, dia mendatangi setiap kendaraan yang berhenti. Menggoyang – goyangkan tangannya yang menggenggam sebual alat , kecrekan. Begitulah kegiatan sehari – hari seorang bocah kecil yang baru berusia 8 tahun ini selepas sekolah. Ya , Ipung, begitu ia biasa disapa. Ia harus membantu orangtuanya memenuhi kebutuhan keluarganya sehari – hari karena ayah dan ibunya hanya bekerja serabutan.
Matahari mulai tinggi, panas matahari tak bersahabat, bahkan sangat menyengat. Rambutnya kemerahan, kulitnya tak lagi sawo matang. Ipung tak peduli, ia dan teman – temannya tetap menjalankan rutinitasnya. Kecrekan kesayangannya itu tak pernah ketinggalan, karena itulah caranya mendapatkan uang. Tak jarang ia juga harus meninggalkan bangku sekolah untuk mengamen bersama sahabatnya , Totok, di perempatan Gatot Subroto – Cokroaminoto, atau kadang di pertigaan Cokroamino - Maruti dan tempat – tempat ramai lainnya. Ipung tahu kalau perbuatannya dan teman – temannya ini mengganggu lalu lintas jalan protokol di Denpasar yang sudah sangat padat.
“ …..engkau bukanlah segalaku, bukan tempat tuk hentikan langkahku. Usai sudah semua berlalu, biar hujan menghapus jejakmu…”, begitulah sepenggal lirik yang dinyanyikannya bersama Totok, seolah ia mengerti akan lirik yang diucapkannya.
Mobil berganti mobil, motor berganti motor. Matahari mulai kembali ke peraduannya. Ipung dan Totok pun kembali pulang.
“Dapat berapa hari ini Pung ? “ tanyaku padanya, yang saat itu sedang dalam perjalanan pulang.
“ Cuma limabelas ribu tigaratus kak. ” Jawabnya dengan suara lirih.
“ Terus apa kata bapakmu nanti kalau kau hanya membawa uang segitu ?” lanjutku.
“ Yah, paling – paling bapak hanya menerima saja hasil kerjaku hari ini , bapak nggak pernah menuntut banyak. “ tukasnya dengan bibir tersungging.
Pagi kembali menjelang. Pukul 05.00 pagi Ipung sudah terjaga. Dalam gubuk reyotnya, ia tinggal bersama ayah, ibu dan seorang adik perempuannya yang masih berusia 3 tahun. Hari ini ia bimbang, antara sekolah atau mengamen. Agar tak mengecewakan orangtuanya, Ipung berangkat menggunakan seragam sekolah, begitu juga dengan Totok.
“ Tok , hari ini kita sekolah atau ngamen ya?” tanyanya bingung.
“ Kita ngamen sajalah , ibuku sedang butuh obat.” keluh Totok. Dan akhirnya, mereka memilih untuk mengamen hari ini.
Dengan kecrekan bututnya, ia kembali melantunkan suaranya yang agak merdu dengan lirik yang tak beraturan. Koin limaratus rupiah, duaratus rupiah, bahkan seratus rupiah tak ditolaknya. Tapi tak jarang juga ia mendapatkan lembaran uang seribuan , duaribuan bahkan limaribuan. Dan kata syukur yang terucap dari bibir mungilnya.
Matahari mulai sembuyi, sebelum Ipung dan Totok kembali pulang, mereka menyempatkan diri mampir ke rumah salah satu teman sekelas mereka untuk menanyakan pelajaran yang telah mereka lewatkan hari ini. Sampai dirumah, Ipung membolak – balik buku matematikanya. Mempelajari satu demi satu materi pelajaran yang ia sukai itu. Tugas-tugas sekolah diselesaikannya dengan rapi.
Keesokan harinya, Ipung memilih untuk pergi sekolah, setelah kemarin ia absen. Guru-guru di sekolahnya mengerti keadaan Ipung, walaupun sangat disayangkan kalau ia harus meninggalkan bangku sekolah demi mencari uang. Matahari yang marah memanggang tubuh-tubuh mungil yang mulai mempertunjukkan suara dan serta merta menengadahkan tangannya. Dalam hati kecilnya, Ipung pun menyadari perbuatannya mengganggu ketertiban umum. Setiap ia berjalan menghampiri kendaraan – kendaraaan yang berhenti, ia selalu dirundung rasa ketakutan. Kalau – kalau Trantib datang dan menggaruknya.
Guru – guru disekolahnya simpati dengan kegigihan Ipung menuntut ilmu sekaligus mencari uang. Sudah banyak guru yang mengusulkan agar Ipung mendapatkan beasiswa, tapi Kepala Sekolah menanganinya dengan lamban. Kegigihan Ipung memang pantas diberikan apresiasi. Seorang anak yang tangguh, tak kenal lelah walau terpanggang sinar matahari dan terguyur derasnya hujan. Matanya tetap berbinar, menunjukkan semangatnya yang tinggi demi menggapai cita – citanya yang tak terlalu tinggi, hanya ingin menjadi orang yang berguna bagi keluarganya dan membahagiakan orangtuanya.
Itulah teman kecilku Ipung. Bocah kecil yang menyenangkan dan memiliki semangat tinggi. Yang mengajariku untuk lebih semangat lagi dalam menjalani kerasnya kehidupan.

Melati Budi Srikandi
31 Mei 2010

Tak Mau Disalahkan

Posted by LaLa Melati
Tingkah polah peraulan remaja jaman sekarang dapat dikatakan tidak sehat , meski tidak semuanya seperti itu. Berita kenakalan remaja mulai dari bolos sekolah, merokok , minum – minuman keras hingga narkoba sering mampir media elektonik maupun cetak. Hal ini seolah – olah tidak asing lagi bahkan terasa sudah menjadi kebiasaan remaja usia sekolah dewasa ini. Mereka yang melakukan perbuatan menyimpang ini seakan tidak pernah memikirkan akibat yang akan ditimbulkan. Berawal dari kenakalan – kenakalan kecil, mereka terus mencoba- coba hal baru yang berbau negatif dan akhirnya terjerumus pada penggunaan Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif atau Narkoba bahkan seks bebas. Penggunaan jarum suntik secara bergantian untuk mengkonsumsi zat – zat adiktif serta melakukan hubungan seks yang tidak sehat akan memudahkan penularan virus HIV/AIDS kepada remaja usia sekolah dan kalangan orang muda.
Penularan virus HIV menyebar sangat cepat di kalangan remaja dan anak muda. Virus ini dengan sangat mudah menyerang kalangan remaja dan anak muda , karena kalangan remaja dan anak muda yang salah pergaulan dekat dengan hubungan seks bebas dan narkoba yang merupakan media penularan virus HIV/AIDS yang tercepat menyerang tubuh manusia.
Sebenarnya, merebaknya virus HIV/AIDS terhadap remaja usia sekolah dan kalangan orang muda tidak sepenuhnya kenakalan remaja semata , tetapi pengawasan orang tua yang tidak efektif dan kualitatif serta kurangnya hubungan komunikasi antar orang tua dengan anak, dapat menyebabkan anak bergaul dengan bebasnya tanpa diawasi dan diberitahu mana yang baik dan mana yang tidak baik. Ini akan menyebabkan pergaulan yang bebas dan virus HIV/AIDS pun akan menyebar dengan mudahnya. Kalau saja anaknya sudah terkena virus HIV/AIDS , kebanyakan orang tua akan menyalahkan anaknya ,seolah ia tak berperan dalam tertularnya virus ini kepada anaknya, mengucilkan anaknya seolah-olah hanya ia yang bersalah. Padahal disisi lain , orang tua juga berperan terhadap tertularnya virus tersebut kepada sang anak.
Untuk menghindari itu semua sangat dibutuhkan peran orang tua untuk mengawasi pergaulan anaknya , peran sekolah untuk mengawasi pergaulan siswanya di lingkungan sekolah serta peran masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan sekitarnya , dan melaporkan setiap tindakan – tindakan menyimpang yang dilakukan oleh remaja dan kalangan orang muda dewasa ini. Tidak ketinggalan juga peran LSM – LSM untuk memberikan penyuluhan dan memberikan lebih banyak lagi informasi tentang bahaya HIV/AIDS.

Yang Kecil yang Kalah

Posted Minggu, 21 Maret 2010 by LaLa Melati
Warga miskin selalu saja menjadi korban kejahatan hukum di Indonesia. Hanya melakukan hal kecil dan sepele saja mereka bisa dijebloskan ke dalam penjara dan masa hukumannya bisa lebih besar dari masa hukuman koruptor yang menghabiskan hampir milyaran uang Negara. Tentu saja , rakyat kecil merasa tidak ada keadilan dalam hukum di Indonesia ini.

Seperti kasus pencurian buah semangka di daerah Jawa Timur beberapa waktu lalu. Orang yang disebut pencuri itu hanya mengambil sebuah semangka di ladang tempatnya bekerja. Tetapi sang pemilik ladang tidak terima dan merasa dirugikan dengan adanya kejadian ini. Akibatnya petani itu dilaporkan kepada pihak yang berwajib. Melalui proses sidang yang cukup berkelit, akhirnya petani ladang semangka itu dijatuhi hukuman selama kurang lebih 5 bulan kurungan. Bandingkan saja dengan gubernur yang mengambil uang Negara hingga ratusan juta untuk keprluan pribadinya. Sehapis diringkus oleh pihak yang berwajib, paling-paling ia hanya melalui beberapa kali sidang saja tanpa masalah yang berkelit dan akhirnya hakim pun mengetuk palu dengan menjatuhi hukuman tidak lebih dari setahun, belum lagi dikurangi masa percobaan.


Dari dua kasus itu saja kita bisa melihat ketidakadilan hukum di Indonesia. Orang – orang berduit bisa saja membayar jaksa atau hakim untuk meringankan hukuman mereka. Mereka juga bisa membayar hakim atau jaksa untuk menambah lagi hukuman kepada terdakwa. Itu hanya dari hukum pidana saja, belum lagi hukum perdata, sanksi yang diberikan bisa sampai ratusan juta bahkan sampai milyaran.


Hakim dan jaksa serta kepolisian adalah pelindung dan pembela yang benar. Seharusnya mereka tidak tergoda dengan pulungan – pulungan rupiah yang ditawarkan oleh para pelapor untuk memuluskan proses hukum yang mereka jalani. Bukan hanya orang berduit saja yang bisa mendapat keadilan, rakyat kecil juga membutuhkan keadilan dan rasa aman.
(lala)

orang kaya baru

Posted by LaLa Melati
Pada suatu waktu , ada seorang orang kaya baru alias OKB yang baru petama kali naik pesawat. Dengan percaya diri yang tinggi OKB tersebut duduk di kursi penumpang paling depan , padahal itu bukan kursi miliknya. Beberapa saat kemudian sang pemilik kursi pun datang dan mengusir OKB tersebut. Sang OKB tak bergeming ia tetap ngotot untuk duduk di kursi yang bukan miliknya itu. Mendengar adanya keributan , salah satu premugari itu pun datang untuk melerai.

“Pak , kursi bapak nomor 21B , bukan nomor 1A.”tutur sang pramugari dengan lembut.
“Anda siapa ? kok seenaknya saja ngatur – ngatur saya ? “
“Saya pramugari yang melayani para penumpang disini.”
“Ahh , anda Cuma pembantu saja ngatur – ngatur saya.”kata sang OKB dengan nada agak tinggi
Sang pramugari pun melaporkan hal tersebut kepada Pilot. Sang Pilot pun datang menghampiri.
“Pak, kursi bapak bukan disini, tapi di kursi nomor 21B “ ucap Pilot dengan sopan.
“anda siapa ? kok berani – beraninya ngatur – ngatur saya ?.”
“Saya pilot yang mengemudikan pesawat ini.”
“Ahh.. anda Cuma sopir aja berani – berani ngatur saya !”kata sang OKB kasar.

Melihat kericuhan yang terjadi, ada seorang penumpang yang berasal dari kampung yang sama dengan OKB tersebut datang menghapiri dan membisikkan sesuatu kepada sang OKB. Dan tidak disangka – sangka sang OKB beranjak pergi dan pindah ke kursi penumpang nomor 21B yang memang miliknya. Pilot pun bertanya kepada penumpang tersebut.
“Apa yang anda katakan sampai OKB itu mau pindah tempat duduk ?” Tanya sang Pilot
“Saya Cuma bilang, kursi disini itu bukan mau ke Jakarta, Tapi mau ke Semarang. Kursi yang mau ke Jakarta itu nomor 21B. hanya itu saja yang saya katakan” tutur sang penumpang.

Dia Pergi

Posted by LaLa Melati
Matahari mulai condong ke barat , lampu – lampu luar kompleks sudah mulai menyala menggantikan sinar matahari yang sudah mulai hilang berganti bulan . Hariku kelabu , tak kusangka hari ini benar – benar tiba .
“Tuhan , tolong jangan biarkan dia pergi ,“ rintihku
Setitik demi setitik air mataku jatuh ke pangkuan. Membayangkan hari – hari indah saat dia masih disini. Air mataku terus mengalir seperti derasnya hujan. Begitu berat rasanya menerima kenyataan ini. Bagaikan mimpi.
Kupandangi langit senja itu. Termenung aku menatap indahnya, walau tak seindah suasana hatiku saat ini. Aku benar – benar tak percaya .
“La. . . ,” Icha membuyarkan lamunanku .
“Eh , kamu Cha ,” sahutku seraya menyeka air mata.
“Kamu kenapa La ? Inget Eza lagi ?”
“He’e Cha , rasanya kaya mimpi. Aku masih belum percaya sampe sekarang.”
“Shila…Shila… Udahlah , aku juga ngrasain hal yang sama ko. Tapi kan nggak usah sampe bikin kamu nge-drop gini !”
“Iya Cha , aku tau. Aku juga udah berusaha tegar , tapi susah banget rasanya.”

Aku – Shila - , Icha dan Eza sudah berteman sejak kecil. Sebagian kisah hidupku adalah mereka. Sebagian jiwaku adalah mereka. Beribu tetesan air mata dan berjuta tawa sudah kami lalui bersama. Hari – hari kami selalu indah jika bersama , tetapi tak jarang juga kami mengalami perselisihan

Saat aku dan sahabat – sahabatku beranjak remaja , kami tak sering lagi menghabiskan waktu bersama. Sebagian waktu kami diisi dengan kegiatan di sekolah kami masing – masing. Hingga saat itu tiba. Setelah lama kami tak saling berkabar , aku menerima berita yang menyesakkan dada dari ibuku tentang Eza .
Hari itu waktu menunjukkan pukul 18.41 , ibuku menerima telepon dengan wajah pucat. Tak tau dari mana asal telepon itu.
“Klek…” ibu menaruh ganggang telepon.
“Dari siapa bu ?” tanyaku bingung
“Tante Eva -mama Eza-.”
“Ada apa ? “
“La… Eza La…” ujar ibuku dengan bibir gemetar. Aku semakin bingung , hatiku berkata ada hal yang tidak mengenakkan telah terjadi.
“Eza kenapa bu ?”
“Dia harus pindah rumah hari ini , malam ini juga.” Ujar ibuku dengan mata berkaca – kaca. Ia pun segera meraih sweater dan bergegas pergi ke rumah Eza . Melihat ibuku yang kalut , aku hanya termangu. Diam dengan air mata yang mulai membasahi pipi.

Langkahku tertahan. Seharusnya aku berlari menghampiri Eza untuk mengucapkan selamat tinggal. Tapi, hal itu tak kulakukan. Langkahku tertahan, hingga malam itu berlalu tanpa ucapan selamat tinggal untuk Eza. Tidak memberikan ucapan selamat tinggal untuk Eza adalah kesalahan besar dalam hidupku , penyesalan itu memang selalu datang belakangan. Hari – hariku kemudian dipenuhi rasa bersalah. Setiap hari aku memimpikannya, berharap ia memberi kabar kepadaku atau Icha. Aku tak tahu apa yang membuat dia dan keluarganya harus beranjak dari rumahnya, juga kami sahabat – sahabatnya.


Aku tak habis pikir, aku tak percaya dan aku menyesal tak memeluknya bahkan sekedar mengucapkan selamat tinggal pun tak kulakukan. Aku kehilangan sebagian dari diriku. Aku kehilangan sosok sahabat dan kakak yang selama ini memberi warna dalam hidupku. Beberapa hari setelah Eza pergi , aku mulai mencari tahu keberadaannya. Bersama Icha aku memulai pencarian dari Sekolahnya. Aku tanya satu persatu teman sekolahnya , tapi tak ada satupun yang tahu , ternyata setelah kejadian malam itu, Eza absen dari sekolahnya. Aku dan Icha tak tahu lagi harus mencari kemana . Kabar darinya pun tak kunjung datang . Setelah beberapa waktu aku kehilangan jejaknya, akhirnya jejak itu mulai terbaca. Secara tak sengaja aku mendengar obrolan ibu – ibu kompleks sore hari, aku mendengar salah seorang ibu berkata,”Iya tuh , sekarang si Eva ada di daerah Cemara.”


Aku tersenyum. Keesokan harinya , bersama Icha sepulang sekolah kutelusuri jalanan daerah Cemara sesuai dengan apa yang kudengar kemarin sore. Tak kuperoleh sedikitpun petunjuk. Langkahku tak terhenti sampai disini, kuulangi lagi dan kuulangi lagi menelusuri jalanan Cemara, tetap saja tak kutemukan sosok Eza. Aku hamper putus asa, sampai pada akhirnya tak sengaja aku melihat sosok laki – laki tinggi tegap dalam keadaan lusuh sedang berjalan terhuyung ditemani bayangan sinar matahari sore. Setelah kudekati, kudapati Eza dengan wajah pucat. Kupeluk dia seerat mungkin seakan tak pernah kubiarkan dia pergi lagi. Kutanya dia tentang apa yang terjadi pada dirinya dan keluarganya.


Eza mulai bercerita dengan linangan air mata, usaha keluarganya bangkrut karena tertipu oleh oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab. Karena itu keluarganya harus rela menjual rumah milik keluarganya dan pindah ke tempat yang lebih sederhana. Ia juga harus membantu ayahnya membangkitkan kembali usaha ayahnya yang sudah luluh lantah. Aku tak tega melihatnya yang dulu ceria dan selalu memberiku semangat dalam hidup, kini lusuh , pucat seperti tak punya semangat dalam hidup. Sungguh rumit, bahkan aku tak dapat membantu sedikitpun, yang bisa kulakukan hanyalah membuat batin Eza bangkit lagi dari keterpurukan ini. Dan aku hanya bisa ikhlas menerima kepergian Eza, karena itu yang terbaik bagi Eza dan keluarganya. Aku selalu berdoa agar dia bahagia , agar dia bisa melewati cobaan ini dengan ikhlas dan hati yang lapang karena aku percaya Tuhan punya rencana yang lebih baik untuknya dan keluarganya. Aku sayang Eza dan Icha.