Kamu ya Kamu

Posted Senin, 31 Desember 2012 by LaLa Melati

Dia itu lucu. Dia juga suka iri kalo tulisan di blog ini yang ngebahas soal dia cuma dikit banget hahahaha :D paling juga aku cuma ketawa kalo dia lagi nyindir soal tulisan-tulisanku disini.

Setiap celotehan yang keluar dari mulutnya itu nyebelin semua. Asli deh. Kalo orang yang denger itu nggak kenal dia, pasti dia ngira itu cowok nggak berperasaan hahaha :D

Pacarku itu aneh. Dia nunjukin sayangnya bukan dengan kata-kata romantis atau tindakan yang romantis. Semuanya aneh, semuanya ngeselin. tapi itu yang bikin aku makin sayang, bikin makin kangen dan nggak pernah bosen :p

Dengan caranya yang nggak biasa, aku selalu nunggu kekonyolan apalagi yang mau dia tunjukin ke aku. dia selalu bikin aku terlihat bodoh. Huh. Aku selalu berusaha terlihat pintar, tapi segala macem jurus bakal dia keluarin buat biikin aku kalah. Dasar orang keras kepala. hahahaha

dia bikin aku senyaman ini
dia bikin aku setegar ini
dia bikin aku nggak cengeng lagi
dia selalu kuatin aku
dia selalu support aku
dia selalu marahain aku
aku sayang dia dengan caranya yang konyol itu
Iloveyou, whoever you are <3 br="br">

17th Months

Posted by LaLa Melati
sudah 17 bulan dia bersamaku
berbagi segala yang sama-sama kita punya, dan yang tak kita punya
cerita tentang cinta
cerita tentang sayang
cerita tentang memiliki dan dimiliki
cerita tentang duka
cerita tentang tawa
cerita tentang haru
aku bahagia, inilah yang kupunya
aku tak menemukan kesempurnaan darinya
tapi dengan bersama, kita menjadi sempurna
kita menjadi padu
ya, aku mencintainya seberapapun menyebalkannya dia
aku mencintainya seberapapun acuhnya



aku mencintainya seberapapun dia mencintaiku yang tak melebihi cinta Allah
Posted Jumat, 10 Agustus 2012 by LaLa Melati

Broadcaster Mantan Atlet
Matahari masih malu – malu menampakkan senyum indahnya. Digendongnya ransel biru kesayangannya. Langkah kecil yang begitu ringan. Nuri, begitu ia biasa disapa, adalah seorang gadis berusia 9 tahun dengan mimpi besarnya menjadi seorang atlet renang. Tak pernah mengenal kata lelah. Setiap hari ia menyambangi kolam renang tempat biasa ia berlatih. Bersama beberapa temannya, ia menghabiskan sisa sorenya dengan latihan. Rutinitas tiap harinya pun selalu sama, latihan, latihan dan latihan demi mengejar mimpinya.
          Turnamen demi turnamen pun diikutinya, mulai dari tingkat kabupaten hingga nasional. Mengejar limit waktu menjadi PR terbesarnya agar selalu bisa mengikuti turnamen nasional. Mengalami kegagalan menjadi hal yang lumrah dalam setiap pertandingan Nuri. Sering gagal tak membuatnya putus asa, tanpa henti ia terus mencoba dan berlatih melewati limit waktu.
          Ketika sang dewi malam sudah menguasai langit, Nuri dan teman – temannya masih merendam tubuh mungilnya di dalam air. Turnamen semakin dekat dan latihan diperketat. Dengan semangat yang membara ia mengikuti semua jadwal latihan yang diberikan sang pelatih. Tetapi semangatnya itu tak dapat mengalahkan tubuh mungilnya. Akibat latihan yang terlalu diforsir, ia jatuh sakit dan harus bedrest selama sebulan.
          “Nuri mau latihan.. Nuri mau menang.. Nuri mau berdiri di podium nomor satu..” rintihnya.
          “Nuri harus istirahat dulu yaa, nanti kalo sudah sehat Nuri bisa ikut turnamen lagi.”tutur sang bunda lembut seraya menenangkan Nuri.
            “Tapi bunda,……” ucapannya terhenti karena tangisnya tak dapat ia bendung lagi.
          Penyakit typhus yang menyerang tubuh mungil Nuri semakin mengikis usus halusnya. Tubuhnya melemah sedangkan turnamen semakin dekat. Akhirnya dengan terpaksa, Nuri harus merelakan satu turnamen nasionalnya.
          Setelah sembuh dari sakitnya, Nuri kembali melakukan latihan seperti biasanya. Kali ini ia harus menghadapi turnamen renang tingkat provinsi. Nuri kembali memaksimalkan tenaga dan kemampuannya agar dapat meraih medali emas. Celakanya, sakit typhus itu kembali menyerang tubuh mungilnya. Nuri kembali harus melewatkan pertandingannya. Kejadian seperti ini terus berulang hingga membuat orangtuanya khawatir dengan keadaan Nuri.
          Selama berbulan – bulan ia di sandera oleh bundanya. Nuri tak diijinkan untuk kembali turun ke kolam. Nuri benar – benar harus istirahat, sampai pada akhirnya orang tua Nuri memutuskan untuk tak lagi mengijinkannya kembali ke dunia renang. Nuri pun harus mengubur dalam – dalam mimpi besarnya menjadi seorang atlet renang kelas dunia.
          Tanpa rutinitas renang, Nuri tetap terus menjalani hari – harinya. Masa – masa sekolah dasar pun berhasil dilewati Nuri dan masuk di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) favorit di kotanya. Keterpurukan akibat larangan orangtuanya untuk renang sempat menghampirinya.
          Hari itu adalah waktu penentuan pemilihan ekstrakurikuler di sekolahnya. Nuri tak tau harus memilih apa selain eskul renang. Dilema. Ya, Nuri tentu dilema. Hobinya kini ditentang orangtuanya, Nuri pun tak ingin mengecewakan mereka dan akhirnya ia memilih eskul jurnalistik karena ikut – ikutan.
          Nuri tak pernah setengah – setengah dalam menjalankan pilihannya. Bertanggung jawab dalam setiap pilihannya. Alhasil, walaupun awalnya sekedar ikut – ikutan, Nuri berhasil menujukkan prestasinya di bidang jurnalistik. Prestasi ini juga yang membawanya di terima di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) favorit di kotanya. Keterpurukannya karena gagal mewujudkan mimpi besarnya menjadi atlet renang kelas dunia kini berubah menjadi mimpinya menjadi jurnalis dan penulis yang handal.
          Semasa SMA, Nuri semakin menekuni dunia jurnalistik dan broadcasting. Mulai dari menulis berita, sastra, reporter, hingga menjadi penyiar radio maupun televisi di sekolahnya. Nuri pun dipercaya menjadi kepala radio komunitas yang dimiliki sekolahnya. Kebanggaan luar biasa dirasakan oleh Nuri dan tentu saja orangtuanya.
          Bermacam penghargaan dari berbagai perlombaan yang diikutinya pun tak lepas dari genggaman Nuri. Dari tingkat provinsi hingga nasional. Piagam penghargaan jurnalistik Nuri pun mengalahkan piagam renang yang dimilikinya.  Dua tulisan Nuri sempat dibukukan dan diterbitkan oleh eskul jurnalistik yang diikutinya. Tentu saja kini Nuri bukan lagi atlet renang dengan mimpinya untuk berlaga di olimpiade, tapi Nuri sang jurnalis dan broadcaster.
Nuri tak lagi kecewa lagi harus menanggalkan jaket atletnya karena kini ia mempunyai mimpi baru, yang juga menjadi bakat terpendamnya. Jalan menuju mimpinya semakin lebar dengan diterimanya Nuri sebagai Mahasiswa di prodi yang sangat membantunya mewujudkan cita – citanya itu. Jangan pernah takut pada perubahan yang baik, jangan menyerah dan putus asa karena Tuhan pasti memiliki rencana indah bagi setiap umatnya.


Nama               : Melati Budi Srikandi
Jurusan           : Ilmu Komunikasi
Kelompok         : Dinamis
         FISIP UNS 2012


Posted by LaLa Melati
Dinamisator dan Pak Ari (Petugas Fotokopi Mandira FISIP)

Selamatkan Lingkungan Melalui Dunia Pendidikan

Posted Minggu, 15 Januari 2012 by LaLa Melati

Oleh Melati Budi Srikandi ( MP 33 )

Lingkungan hidup dari waktu ke waktu semakin mengalami ancaman yang sangat serius dan kerusakan yang setiap saat berlalu semakin hari semakin bertambah parah. Kerusakan yang disebabkan oleh pola hidup yang tidak ramah lingkungan dari manusia merupakan penyebab kuat yang memberi andil terjadinya kerusakan lingkungan hidup. Sebagai akibatnya, keseimbangan ekosistem menjadi terganggu. Hutan-hutan lindung yang seharusnya menjadi paru-paru kawasan, bahkan paru-paru dunia, di negara ini nilainya sudah sangat tidak berharga diperjual belikan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, hutan dibabat, ditebang, dan dihabisi tanpa mempedulikan dampak apa yang kemudian terjadi akibat dari pengrusakan hutan tersebut. Bencana banjir, longsor, kekeringan di musim kemarau, peningkatan pemanasan suhu atau dikenal juga dengan istilah global warming semakin akrab dalam kehidupan sehari-hari.

Sayangnya walaupun kerusakan didepan mata sudah begitu mencolok, hal tersebut belum cukup untuk menjadikan kerusakan lingkungan itu sebagai pelajaran yang dapat menumbuhkan kepedulian dan perhatian di kalangan warga masyarakat pada umumnya. Upaya penyadaran dari berbagai aktivis dan pecinta lingkungan sudah mulai banyak dilakukan, dari seminar,pelatihan, pendidikan dan kegiatan-kegiatan lainnya terkait kampanye penyelamatan, perlindungan, dan pelestarian lingkungan. Hal ini tentu harus didukung dan semakin diperbanyak agar efek kegiatan yang dilakukan bisa semakin terasa pengaruhnya ditengah masyarakat.

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, baik itu dalam skala besar ataupun kecil pastinya tetap menyumbang emisi karbon bagi bumi ini. Beberapa waktu lalu Organisasi Pangan dan Pertanian melansir sebuah hasil riset yang menempatkan Indonesia sebagai perusak hutan tercepat di dunia. Laju kerusakan hutan kita, menurut data itu, adalah 2 persen dari total hutan nasional atau 1,87 juta hektar per tahun. Dengan kata lain, 51 kilometer persegi hutan kita rusak setiap hari. Dengan rusaknya hutan tropis Indonesia , baik akibat pembalakan liar maupun kebakaran hutan pastinya akan menambah jumlah karbondioksida (CO2) di udara. Bertambahnya konsentrasi CO2 ini jelas akan meningkatkan rata-rata suhu bumi. Masih menurut perhitungan para ahli, secara kasar, rata-rata suhu udara di dekat permukaan bumi meningkat sebesar 0,74 derajat Celcius selama satu abad terakhir. Tidak hanya Indonesia dan negara berkembang lainnya yang menyumbang emisi karbon, Negara maju pun demikian.

Indonesia sendiri, dahulu dikenal sebagai sebuah negeri yang subur. Negeri kepulauan yang membentang di sepanjang garis khatulistiwa yang beribarat untaian zamrud berkilauan sehingga membuat para penghuninya merasa tenang, nyaman, damai, dan makmur. Tanaman apa saja bisa tumbuh di sana. Bahkan tongkat kayu dan batupun bisa jadi tanaman – seperti lagunya Koes Plus yang berjudul Kolam Susu.

Namun, seiring dengan berkembangnya peradaban umat manusia, Indonesia tidak lagi nyaman untuk dihuni. Tanahnya jadi gersang dan tandus. Jangankan tongkat dan kayu, bibit unggul pun gagal tumbuh di Indonesia. Yang lebih menyedihkan, dari tahun ke tahun, Indonesia hanya menuai bencana. Banjir bandang, tanah longsor, tsunami, atau kekeringan seolah-olah sudah menjadi fenomena tahunan yang terus dan terus terjadi. Sementara itu, pembalakan hutan, perburuan satwa liar, pembakaran hutan, penebangan liar nyaris tak pernah luput dari agenda para perusak lingkungan. Ironisnya, para elite negeri ini seolah-olah menutup mata bahwa ulah manusia yang bertindak sewenang-wenang dalam memperlakukan lingkungan hidup bisa menjadi ancaman yang terus mengintai setiap saat.

Mengapa bencana demi bencana terus terjadi? Bukankah negeri ini sudah memiliki perangkat hukum yang jelas mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup ? Bukankah Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional telah membangun kesepakatan bersama tentang pendidikan lingkungan hidup ? Namun, mengapa korban-korban masih terus berjatuhan akibat rusaknya lingkungan yang sudah berada pada titik nadir? Siapa yang mesti bertanggung jawab ketika bumi ini tidak lagi bersikap ramah terhadap penghuninya? Siapa yang harus disalahkan ketika bencana dan musibah datang beruntun menelan korban orang-orang tak berdosa? Pertanyaan panjang yang jawabannya akan panjang dan tidak mudah dilaksanakan.

Dewasa ini, agaknya hampir tidak ada lagi tanah di Indonesia yang nyaman bagi tanaman untuk tumbuh dengan subur. Mulai pelosok-pelosok dusun hingga perkotaan hanya menyisakan celah-celah tanah kerontang yang gersang, tandus, dan garang. Bahkan yang tumbuh bukan hutan tanaman, melainkan hutan beton dan hamparan semen yang menyulitkan penyerapan air. Di pelosok-pelosok dusun, berhektar-hektar hutan telah gundul, terbakar, dan terbabat habis sehingga tak ada tempat lagi untuk resapan air. Satwa liar pun telah kehilangan habitatnya. Sementara itu, di perkotaan telah tumbuh cerobong-cerobong asap yang ditanam kaum kapitalis untuk mengeruk keuntungan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Polusi tanah, air, dan udara benar-benar telah mengepung masyarakat perkotaan sehingga tak ada tempat lagi untuk bisa bernapas dengan bebas dan leluasa. Limbah rumah tangga dan industri makin memperparah kondisi tanah dan air di daerah perkotaan sehingga menjadi sarang yang nyaman bagi berbagai jenis penyakit yang bisa mengancam keselamatan manusia di sekitarnya.

Meskipun demikian, jika hanya mencari kambing hitam siapa yang bersalah dan siapa yang harus bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan hidup bukanlah cara yang arif dan bijak. Lingkungan hidup merupakan persoalan bersama yang membutuhkan partisipasi semua elemen masyarakat untuk mengurus dan mengelolanya. Pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), semua warga masyarakat, dan komponen bangsa yang lain harus memiliki kemauan yang kuat untuk bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan hidup dari ulah tangan jahil para penjahat lingkungan. Hal itu harus dibarengi dengan tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan lingkungan hidup yang dengan kasat mata telah terbukti menyengsarakan banyak umat manusia. Sopir hukum harus benar-benar mampu mengendalikan dan mengarahkan para penjahat lingkungan hidup kedepan sangsi hukum yang setimpal untuk memberikan efek jera sekaligus memberikan pelajaran bagi penjahat yang lain.

Yang tidak kalah penting, harus ada upaya serius untuk membudayakan cinta lingkungan hidup melalui dunia pendidikan. Institusi pendidikan harus menjadi benteng yang tangguh untuk menanamkan nilai-nilai budaya cinta lingkungan hidup kepada anak-anak bangsa yang kini tengah gencar menuntut ilmu. Nilai-nilai kearifan lokal masyarakat setempat perlu terus digali dan dikembangkan secara nyata untuk selanjutnya disemaikan ke dalam dunia pendidikan melalui proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Pola dan gaya penyajiannya pun tidak bercorak teoretis seperti orang berkhotbah, tetapi harus lebih interaktif dengan mengajak siswa didik untuk berdiskusi dan bertukar pikiran melalui topik-topik lingkungan hidup yang menarik dan menantang. Lingkungan hidup yang disemaikan melalui dunia pendidikan tidak harus menjadi mata pelajaran tersendiri, tetapi disajikan dalam selingan – selingan mata pelajaran melalui pokok-pokok bahasan yang sesuai. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak cukup hanya menjadi tanggung jawab guru Geografi atau IPA saja, tetapi harus menjadi tanggung jawab semua guru mata pelajaran.

Budaya mencintai lingkungan hidup ini perlu dikembangkan khususnya dalam dunia pendidikan karena jutaan anak bangsa kini tengah gencar menuntut ilmu di bangku pendidikan. Merekalah yang nantinya akan menjadi penentu kebijakan mengenai penanganan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Menanamkan nilai-nilai budaya cinta lingkungan hidup kepada anak-anak bangsa melalui bangku pendidikan sama saja menyelamatkan lingkungan hidup dari kerusakan yang makin parah. Dan itu harus dimulai sekarang juga. Depdiknas yang memiliki wewenang untuk menentukan kebijakan harus secepatnya mensosialisasikan agar dunia pendidikan kita mampu melahirkan generasi masa depan yang sadar lingkungan dan memiliki kepekaan terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat dan bangsanya.(mel)